RSS

Pengertian dan Filosofi Teknologi





             Pengertian Teknologi

            Pengertian Teknologi sebenarnya berasal dari kata Bahasa Perancis yaitu “La Teknique“ yang dapat diartikan dengan ”Semua proses yang dilaksanakan dalam upaya untuk mewujudkan sesuatu secara rasional”. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan sesuatu tersebut dapat saja berupa benda atau konsep, pembatasan cara yaitu secara rasional adalah penting sekali dipahami disini sedemikian pembuatan atau pewujudan sesuatu tersebut dapat dilaksanakan secara berulang (repetisi).

Teknologi dalam arti ini dapat diketahui melalui barang-barang, benda-benda, atau alat-alat yang berhasil dibuat oleh manusia untuk memudahkan dan menggampangkan realisasi hidupnya di dalam dunia. Hal mana juga memperlihatkan tentang wujud dari karya cipta dan karya seni (Yunani techne) manusia selaku homo technicus. Dari sini muncullah istilah “teknologi”, yang berarti ilmu yang mempelajari tentang “techne” manusia. Tetapi pemahaman seperti itu baru memperlihatkan satu segi saja dari kandungan kata “teknologi”. Teknologi sebenarnya lebih dari sekedar penciptaan barang, benda atau alat dari manusia selaku homo technicus atau homo faber. Teknologi bahkan telah menjadi suatu sistem atau struktur dalam eksistensi manusia di dalam dunia. Teknologi bukan lagi sekedar sebagai suatu hasil dari daya cipta yang ada dalam kemampuan dan keunggulan manusia, tetapi ia bahkan telah menjadi suatu “dayapencipta” yang berdiri di luar kemampuan manusia, yang pada gilirannya kemudian membentuk dan menciptakan suatu komunitas manusia yang lain.

Teknologi juga penerapan keilmuan yang mempelajari dan mengembangkan kemampuan dari suatu rekayasa dengan langkah dan teknik tertentu dalam suatu bidang. Teknologi merupakan Aplikasi ilmu dan engineering untuk mengembangkan mesin dan prosedur agar memperluas dan memperbaiki kondisi manusia atau paling tidak memperbaiki efisiensi manusia pada beberapa aspek.

Penggunaan istilah 'teknologi' (bahasa Inggris: technology) telah berubah secara signifikan lebih dari 200 tahun terakhir. Sebelum abad ke-20, istilah ini tidaklah lazim dalam bahasa Inggris, dan biasanya merujuk pada penggambaran atau pengkajian seni berguna. Istilah ini seringkali dihubungkan dengan pendidikan teknik, seperti di Institut Teknologi Massachusetts (didirikan pada tahun 1861). Istilah technology mulai menonjol pada abad ke-20 seiring dengan bergulirnya Revolusi Industri Kedua. Pengertian technology berubah pada permulaan abad ke-20 ketika para ilmuwan sosial Amerika, dimulai oleh Thorstein Veblen, menerjemahkan gagasan-gagasan dari konsep Jerman, Technik, menjadi technology. Dalam bahasa Jerman dan bahasa-bahasa Eropa lainnya, perbedaan hadir di antara Technik dan Technologie yang saat itu justru nihil dalam bahasa Inggris, karena kedua-dua istilah itu biasa diterjemahkan sebagai technology. Pada dasawarsa 1930-an, technology tidak hanya merujuk pada 'pengkajian' seni-seni industri, tetapi juga pada seni-seni industri itu sendiri. Pada tahun 1937, seorang sosiolog Amerika, Read Bain, menulis bahwa technology includes all tools, machines, utensils, weapons, instruments, housing, clothing, communicating and transporting devices and the skills by which we produce and use them ("teknologi meliputi semua alat, mesin, aparat, perkakas, senjata, perumahan, pakaian, peranti pengangkut/pemindah dan pengomunikasi, dan keterampilan yang memungkinkan kita menghasilkan semua itu"). Definisi yang diajukan Bain masih lazim dipakai oleh kaum terpelajar hingga saat ini, terkhusus ilmuwan sosial. Tetapi ada juga definisi yang sama menonjolnya, yakni definisi teknologi sebagai sains terapan, khususnya di kalangan para ilmuwan dan insinyur, meskipun sebagian besar ilmuwan sosial yang mempelajari teknologi menolak definisi ini. Yang lebih baru, para kaum terpelajar telah meminjam dari para filsuf Eropa, technique, untuk memperluas makna technology ke berbagai macam bentuk nalar instrumental, seperti dalam karya Foucault tentang techniques de soi, yang diterjemahkan sebagai technologies of the self atau teknologi diri.
Kamus-kamus dan para sarjana telah memberikan berbagai macam definisi. Kamus Merriam-Webster memberikan definisi "technology" sebagai the practical application of knowledge especially in a particular area (terapan praktis pengetahuan, khususnya dalam ruang lingkup tertentu) dan a capability given by the practical application of knowledge (kemampuan yang diberikan oleh terapan praktis pengetahuan). Ursula Franklin, dalam karyanya dari tahun 1989, kuliah "Real World of Technology", memberikan definisi lain konsep ini; yakni practice, the way we do things around here (praktis, cara kita memperbuat ini semua di sekitaran sini). Istilah ini seringkali digunakan untuk mengimplikasikan suatu lapangan teknologi tertentu, atau untuk merujuk teknologi tinggi atau sekadar elektronik konsumen, bukannya teknologi secara keseluruhan. Bernard Stiegler, dalam Technics and Time, 1, mendefinisikan technology dalam dua cara: sebagai the pursuit of life by means other than life (pencarian kehidupan, dalam artian lebih dari sekadar hidup), dan sebagai organized inorganic matter (zat-zat anorganik yang tersusun rapi).
Secara umum, teknologi dapat didefinisikan sebagai entitas, benda maupun tak benda yang diciptakan secara terpadu melalui perbuatan dan pemikiran untuk mencapai suatu nilai. Dalam penggunaan ini, teknologi merujuk pada alat dan mesin yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah di dunia nyata. Ia adalah istilah yang mencakupi banyak hal, dapat juga meliputi alat-alat sederhana, seperti linggis atau sendok kayu, atau mesin-mesin yang rumit, seperti stasiun luar angkasa atau pemercepat partikel. Alat dan mesin tidak mesti berwujud benda; teknologi virtual, seperti perangkat lunak dan metode bisnis, juga termasuk ke dalam definisi teknologi ini.
Kata "teknologi" juga digunakan untuk merujuk sekumpulan teknik-teknik. Dalam konteks ini, ia adalah keadaan pengetahuan manusia saat ini tentang bagaimana cara untuk memadukan sumber-sumber, guna menghasilkan produk-produk yang dikehendaki, menyelesaikan masalah, memenuhi kebutuhan, atau memuaskan keinginan; ia meliputi metode teknis, keterampilan, proses, teknik, perangkat, dan bahan mentah. Ketika dipadukan dengan istilah lain, seperti "teknologi medis" atau "teknologi luar angkasa", ia merujuk pada keadaan pengetahuan dan perangkat disiplin pengetahuan masing-masing. "Teknologi state-of-the-art" (teknologi termutakhir, sekaligus tercanggih) merujuk pada teknologi tinggi yang tersedia bagi kemanusiaan di ranah manapun.
Teknologi dapat dipandang sebagai kegiatan yang membentuk atau mengubah kebudayaan. Selain itu, teknologi adalah terapan matematika, sains, dan berbagai seni untuk faedah kehidupan seperti yang dikenal saat ini. Sebuah contoh modern adalah bangkitnya teknologi komunikasi, yang memperkecil hambatan bagi interaksi sesama manusia, dan sebagai hasilnya, telah membantu melahirkan sub-sub kebudayaan baru; bangkitnya budaya dunia maya yang berbasis pada perkembangan Internet dan komputer. Tidak semua teknologi memperbaiki budaya dalam cara yang kreatif; teknologi dapat juga membantu mempermudah penindasan politik dan peperangan melalui alat seperti pistol atau bedil. Sebagai suatu kegiatan budaya, teknologi memangsa ilmu dan rekayasa, yang masing-masing memformalkan beberapa aspek kerja keras teknologis.
  1. Teknologi adalah ; 1) Ilmu yang menyelidiki cara- cara kerja di dalam tehnik 2) Ilmu pengetahuan yang digunakan dalam pabrik- pabrik dan industri- industri (Harahap, Poerbahawadja, 1982 : 1357).
  2. Teknologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan industri bangunan, mesin- mesin dan sebagainya ( Salim, 1985 : 2015).
  3. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 1158) Teknologi adalah ; 1) Metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan terapan 2) Keseluruhan sarana untuk menyediakan barang- barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
  4. Menurut Rogers (dalam Seels, Richey, 1994 : 12) Teknologi adalah suatu rancangan langkah instrumental untuk memperkecil keraguan mengenai hubungan sebab akibat dalam mencapai hasil yang diharapkan.
  5. Teknologi adalah ilmu pengetahuan mengenai pembangunan dan industri (Saliman, Sudarsono, 1993 : 216).
  6. Dari Wikipedia, Teknologi adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai sebelum sains dan teknik.
  7. Dalam Random House Dictionary seperti dikutip Naisbitt (2002 : 46) Teknologi adalah sebagai benda, sebuah obyek, bahan dan wujud yang jelas- jelas berbeda dengan manusia.
  8. Menurut Iskandar Alisyahbana seperti dikutip Yusufhadi Miarso (2007 : 131), teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau mebuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra, dan otak manusia.
  9. Menurut Ellul dalam Miarso (2007 : 131), Teknologi adalah keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia.
  10. Menurut Miarso (2007 : 62) teknologi adalah proses yang meningkatkan nilai tambah, proses tersebut menggunakan atau menghasilkan suatu produk , produk yang dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada, dan karena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem.
  11.  
    Filosofi Teknologi
Pertanyaan tentang hakikat teknologi sebenarnya sudah muncul sejak zaman Yunani kuno (Aristoteles). Saat itu dikenal terma filsafat: techne dan poiesis. Heidegger mengungkap hal ini dalam bukunya The Question Concerning Technology (1977). Techne dapat dijelaskan sebagai pengetahuan tentang cara memproduksi atau mentransfomasikan, sedangkan poiesis adalah sebuah penyingkapan, yang dengannya sesuatu yang baru hadir di muka bumi. Pada masa modern filsafat teknologi tidak hanya membahas techne, poiesis dan kaitannya dengan dunia-kehidupan saja, tapi juga artifak atau teknofak yang tak dapat dipungkiri mempengaruhi kehidupan dan juga kesadaran.
Heidegger adalah salah satu filsuf yang membuka diskursus filsafat teknologi. Karakter dan hakikat teknik (teknologi) bahkan sudah dibicarakan oleh Heidegger dalam buku besarnya Being and Time(1927), yang kemudian dtuntaskan dalam bukunya The Question Concerning Technology(1977). Menurut Heidegger hakikat teknologi adalah bukan sesuatu yang bersifat teknologis, melainkan enframing; membuat, mencipta atau mentransformasikan (yang kemudian mengungkapkan sesuatu yang baru). Yang teknologis kemudian dimengerti bukan semata-mata yang teknis tetapi juga yang reflektif filosofis.

Refleksi filosofis tentang teknologi telah mencipta tanggapan yang berbeda-beda tentang hakikat teknologi. Di Amerika misalnya dikenal sebuah gerakan atau perkumpulan anti-teknologi. Gerakan ini bernama Neo-Luddite. Nama ini berasal dari Luddisme, yaitu sebuah gerakan anti industrialisasi di Inggris pada awal abad 19. Gerakan ini sering dikisahkan sebagai gerakan merusak mesin yang dilakukan oleh para buruh karena mengancam lahan kerjanya, salah satunya diperkirakan orang yang bernama Ned Ludd. Demikianlah Luddisme dikenal. Sekarang kita mengenal neo-luddite sebagai gerakan anti teknologi. Gerakan yang mempunyai manifesto bahwa: biosphere itu lebih utama dari technosphere. Mesin misalnya menurut Neo-Luddite merupakan dekadensi dalam peradaban. Ia telah mengambil alih kerja (keterampilan tangan/seni) manusia—memproduksi secara massal. Gerakan ini bahkan menolak produksi/percetakan buku atau kertas—padahal dikenal sebagai gerakan kaum intelektual. Alasannya, produksi buku (kertas) secara masal telah menghabiskan hutan-hutan di Eropa. Selain itu menurut mereka budaya baca buku telah menghilangkan tradisi bercerita atau mendongeng.
Filsafat teknologi tentu tidak terbatas pada bagaimana relasi manusia dengan artifak (dan teknofak) itu dapat dijelaskan. Jacques Ellul, seorang pemikir dari Perancis dalam bukunya The Technological Society (1964) melihat teknologi (lebih spesifik dunia teknik) sebagai entitas yang otonom, manusia tidak bisa mengontrol dan mengatasi kemajuan teknik. Hanya teknologi yang dapat mengontrol dan mengatasi dirinya sendiri.
Dengan kata lain, implikasi etis, sosiologis dan ekologis dari kemajuan teknik hanya dapat diatasi oleh teknik itu sendiri. Untuk mengatasi persoalan limbah industri misalnya diperlukan teknologi baru untuk mengolah atau mengatasi permasalahan limbah. Sehingga teknik terus menerus maju untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Ia bergerak dengan sendirinya layaknya sebuah organisme–bagian dari laju evolusi kehidupan. Karena itu ia tidak dapat dikontrol, seperti monsternya Frankenstein.
Bahkan Teknologi di sini diandaikan seperti roh absolut Hegel yang bergerak secara masif mengontrol dan menguasai dunia-kehidupan. Tidak ada kekuatan selain dunia teknik itu sendiri. Karena teknik adalah syarat bagi kehidupan. Dengan kata lain orang yang tidak menggunakan atau anti teknologi (teknik) akan dengan sendirinya tersingkir dan tereliminasi dari dunia-kehidupan.
Gagasan Ellul tentu saja terkesan ambisius. Mengapa kita tidak bisa mengontrolnya? Bukankah semua itu kreasi manusia? Banyak pemikir melihat bahwa determinisme teknik adalah konsekuensi dari ideologi modernisme, yang di dalamnya terdapat gagasan ideologis tentang kemajuan dan perubahan. Sehingga gagasan deterministik mengandaikan sebuah kondisi sejarah yang tak terelakkan, kita hidup dalam sebuah keniscayaan sejarah yang menempatkan dunia teknik sebagai syarat-syaratnya.
Don Ihde, ahli fenomenologi dari Amerika menanggapi dengan berbeda soal determinisme ini, bahkan dalam beberapa hal menolaknya. Ia mengupas terlebih dahulu relasi teknologi dan kebudayaan manusia. Argumen diawali dengan penjelasan tentang relasi hermeneutis dalam konteks kultural, yaitu sebuah interpretasi yang terjadi ketika suatu budaya menangkap atau menerima artifak teknologi kebudayaan lain. Don Ihde melihat bahwa ada kegiatan hermeneutis ketika teknologi sebagai instrumen kultural dimaknai dan diinterpretasikan secara berbeda; Yaitu ketika terjadi transfer teknologi (Don Ihde, Technology and the Lifeworld: From Garden to Earth, 1990: 125).

Nilai praktis teknologi dalam proses transfer teknologi dapat diinterpretasikan secara berbeda bahkan tidak dimengerti. Namun bila nilai praktis dapat dimengerti, proses transfer teknologi menjadi mudah. Dapat dikatakan tidak ada kegiatan hermeneutis. Orang Papua Nugini misalnya dapat mengkonversikan pisau/kapak dari batu menjadi pisau/kapak dari besi karena nilai praktis yang dapat dimengerti atau sama. Berbeda ketika mereka pertama kali melihat senapan. Mereka tidak mengerti nilai praktis senapan. Perlu adanya kegiatan hermeneutis sebelum senapan menjadi penting dan berguna. Jadi sama seperti kita pertama kali melihat komputer atau teknologi lainnya. Orang yang tidak mengerti nilai praktis teknologi tentunya akan bertanya-tanya ketika melihat benda teknologi tersebut.
Nilai praktis memberikan persepsi yang berbeda dalam melihat teknologi. Setiap budaya misalnya mempunyai teknologi yang sama, namun mempunyai nilai praktis yang berbeda. Di Cina pada awalnya bubuk mesiu digunakan untuk petasan, perayaan-perayaan, berbeda dengan di Barat yang menggunakan bubuk mesiu untuk senjata, peperangan. Begitu juga tenaga angin (kincir angin), ia juga sama-sama dipakai di Barat dan juga di Timur (Iran). Namun nilai praktisnya berbeda, di Barat tenaga angin membawa banyak kegunaan, sedangkan di Iran hanya untuk tenaga irigasi. Jadi setiap budaya mempunyai ekspresi berbeda tentang teknologi yang digunakannya. Masing-masing mempunyai nilai praktisnya sendiri.
Berdasarkan interpretasi antropologis, Don Ihde kemudian menyimpulkan bahwa teknologi itu inheren dengan kebudayaan. Bila kita melihat contoh di atas benarlah bahwa setiap artifak kebudayaan itu mengandung nilai teknologisnya sendiri. Setiap budaya menggunakan instrumen teknologi (artifak) sesuai dengan tradisi yang diturunkan, dan ia bersifat unik. Karena itu teknologi inheren dengan budaya itu sendiri. Maka pertanyaan pun beralih, apakah budaya itu dapat dikontrol atau tidak? Atau apakah budaya itu bersifat determinisitik?
Tentu tidak semudah itu mengatakan bahwa apakah budaya itu dapat dikontrol atau tak dapat dikontrol (deterministik). Kata kontrol dalam konteks ini bermasalah. Karena dalam nalar Don Ihde relasi manusia-teknologi (budaya) sudah mengandaikan adanya kegiatan “mengontrol” dan “dikontrol” (Technology and the Lifeworld, 1990: 140). Untuk itu budaya-teknologi tidak dapat dipertanyakan apakah ia dapat dikontrol atau tidak. Teknologi bukanlah monster yang berdiri bebas dan otonom. Karena ia digunakan dan bersifat intensional, artinya manusia mempunyai kebebasan untuk mengontrol dan dikontrol. Dalam konteks inilah Don Ihde menolak asumsi metafisika deterministik dari teknologi.
Ketika setiap budaya mempunyai ekspresi yang berbeda tentang teknologi, maka teknologi dipahami bersifat non-netral. Bahkan Ihde melihat bahwa teknologi itu bersifat ambigu. Ketika teknologi dimaknai sebagai kode-kode budaya maka ia pun dapat dimaknai secara berbeda. Karenanya teknologi sebagai bagian inheren dari budaya bersifat kontekstual dan mempunyai ciri multistabil (Technology and the Lifeworld, 1990: 144). Multistabilitas ini dapat dipahami sebagai pandangan khas/unik setiap budaya dalam memahami dan menjelaskan dunianya. Jadi relasi teknik dan relasi hermeneutis setiap budaya dalam menjelaskan dan memahami dunia itu berbeda-beda
Karena pengalaman kebudayaan berbeda-beda maka persepsi tentang teknologi pun berbeda. Mulstabilitas yang terjadi pada relasi manusia-teknologi ini dapat dicontohkan dalam sistem navigasional. Orang Barat mempunyai sistem yang baik untuk navigasi kapal, tapi tetap tidak bisa mentransfer teknologi navigasionalnya ke suku-suku di Pasifik Selatan. Artinya suku di Pasifik Selatan itu tetap tidak mengerti teknologi navigasional orang Barat yang bersifat hermeneutis/representasional (penggunaan kompas misalnya). Mereka tetap mempunyai teknologinya sendiri, seperti membaca arah lewat pola-pola ombak atau pola bintang-bintang (relasi kemenubuhan).
Gagasan determinisme teknologi tak dapat dimungkiri juga terkait dengan fenomena kesadaran dan relasinya dengan artifak-artifak teknik. Habermas misalnya melihat bahwa kemajuan teknik (teknologi) akhirnya menentukan kesadaran masyarakat modern. Self-understanding masyarakat modern tentang dunianya menurut Habermas dimediasikan oleh apropriasi hermeneutis terhadap budaya teknologi yang bergerak secara teleologis. Ini memberikan sebuah asumsi bahwa jaring-jaring logika teknik kemudian menjadi determinan utama kesadaran. Aksi-intensi kemudian ditentukan oleh logika dan hukum yang berlaku dalam dunia teknologi.

Akibatnya menurut Habermas pengejawantahan rasio melulu bersifat teknis, artinya dimensi praksis rasio adalah kegiatan produktif yang hanya mengungkapkan nilai-nilai efesien dan fungsional. Dimensi praksis rasio kemudian semata-mata dimengerti sebagai aplikasi teknis yang merupakan penerapan sains dan rasionalitas. Hal inilah yang kemudian menggejala dalam bentuk kontrol teknis terhadap alam. Sehingga tujuan utama pencerahan (emansipasi sosial ) terlupakan. Ilmu pengetahuan kemudian semata-mata dimengerti sebagai moda atau cara bagaimana mengontrol dan memanipulasi alam. Inilah yang membuat masyarakat modern tenggelam dan terarahkan oleh dimensi teknis dari pengetahuan. Padahal tujuan utama pencerahan adalah emansipasi sosial yang terkait dengan kesadaran bahwa lewat pengetahuan kita dapat melepaskan diri dari segala dogmatisme dan kepicikan.
Berbicara tentang teknologi dalam konteks filsafat tentu tak lepas dari persoalan bagaimana kita secara ontologis memahami dunia lewat instrumen teknik. Dalam nalar Heideggerian hal ini menyangkut bagaimana interaksi kita terhadap dunia dapat dijelaskan dan diatasi melalui instrumen.
Seperti kita ketahui pada zaman kuno dunia dijelaskan lewat mitos, manusia mengkonstruksikan sebuah sistem untuk menjelaskan dunianya lewat pengandaian-pengandaian mitologis. Sekarang manusia menggunakan atau menciptakan instrumen untuk menjelaskan dan memahami dunia. Instrumen teknologi secara perseptual kemudian merepresentasikan realitas. Kita menggunakan teropong (teleskop) untuk melihat benda-benda di kejauhan, termometer untuk mengukur suhu, atau mikroskop untuk melihat partikel-partikel yang tak dapat dilihat secara telanjang oleh mata. Dunia dihadirkan lewat instrumen teknologi.
Don Ihde membuat isitilah hermeneutika teknik untuk menjelaskan fenomena tersebut di atas. Menurutnya, teknologi itu sendiri adalah sebuah teks. Kita secara interpretif memahami dunia lewat artifak teknologi sebagai sebuah teks (Technology and the Lifeworld, 1990: 81). Lebih jauh Hermenutika teknik adalah moda tentang bagaimana manusia menginterpretasikan, membaca, dan memahami dunianya lewat artifak teknologi. Misalnya pilot tidak melihat secara langsung dunia, melainkan membaca lewat panel kontrol. Manusia dalam hal ini menggambarkan dunia lewat sebuah teks atau instrumen teknologi.
Dalam hermenutika teknik juga dikenal relasi kemenubuhan. Ini berarti instrumen teknologi dipahami sebagai kepanjangan atau ekstensi dari fungsi tubuh. Artinya secara transparan dunia ditampilkan oleh instrumen. Tidak ada jarak antara manusia dengan teknologi dalam relasi kemenubuhan. Hal ini dapat diilustrasikan demikian: (I-Technology)-World. Aku dan teknologi menjadi satu berhadapan dengan dunia. Jadi seperti seorang buta dengan tongkatnya. Teknologi adalah tongkat yang digunakan untuk membaca dan mengatasi dunia. (Aku-Tongkat)-Dunia. Relasi kemenubuhan dalam konteks teknologi adalah relasi yang telah ada sejak manusia primitif. Sejak manusia mulai membuat instrumen dari batu. Membuat instrumen untuk memperluas kemampuan atau fungsi organ-organ tubuhnya. Instrumen teknik adalah mimesis dari fungsi tubuh manusia.
Sekarang artifak teknologi telah meluas tidak hanya sebatas nilai efesiensi dan fungsionalitas. Teknologi baru yang berhubungan dengan dunia-kehidupan manusia sekarang terkait dengan nilai-nilai yang mengundung unsur permainan. Bahkan di negara kurang maju ia menjadi semacam perhiasan saja atau fashion. Misalnya ada suku-suku di Afrika yang tidak dapat menerima dan mengerti budaya jam, mereka kemudian menganggap jam tangan sebagai gelang perhiasan. Fungsionalitas jam tangan dalam hal ini tak dapat dimengerti.
Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, dunia teknologi kemudian semakin sulit dimengerti. Artinya cara kerja/sistem (teknis) artifak teknologi itu dalam beberapa hal hanya dipahami oleh para ilmuwan atau teknisi saja. Sekarang artifak teknologi tidak lagi sebatas instrumen untuk membaca dan memahami dunia. Ia telah meluas dan membentuk dunianya sendiri. Yang teknis tidak lagi terkait dengan pengalaman konkret, seperti analogi tongkat di atas. Teknologi tidak hanya memberikan makna intrumental dan fungsional saja. Ia juga secara ontologis membentuk dunianya sendiri.
Dapat dikatakan dunia teknologi pada masa modern terbagi menjadi dua: dunia makna dan dunia teknis yang tersembunyi. Seperti yang ungkapkan oleh Dr. Karlina Supelli (dalam seminar terbatas “Technology and the Lifeworld“) bahwa ada pemilahan analitis dalam dunia-teknologi, yaitu ranah makna dan ranah teknis.
ranah teknis dapat dinterpretasikan sebagai dunia yang hanya dipahami dengan baik oleh oleh para teknisi. Misalnya kebanyakan orang tidak mengerti mengapa AC bisa membuat udara menjadi dingin atau mengapa besi bisa terbang di udara. Ini berbeda dengan dunia makna yang menjelaskan artifak teknologi sebatas fungsionalitasnya saja. Dengan kata lain instrumen tersebut sudah siap pakai. Kita tinggal menggunakannya saja, dalam beberapa hal kita tidak mempedulikan teknik atau cara kerjanya. Radio atau televisi dapat langsung kita nikmati, kita terkadang tidak menyadari bahwa di dalamnya ada dunia teknik yang bekerja. Dunia teknis kemudian menjadi dunia yang selalu terbungkus. Dunia yang makin lama makin sulit dimengerti, semakin asing.

Sumber:
http://www.aingindra.com/2012/11/pengertian-teknologi.html
http://cdn1.certified-apps.com/
http://number1.abatasa.co.id/post/detail/23464/pengertian-teknologi-adalah
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi
http://www.aingindra.com/2012/11/kemajuan-teknologi.html
http://www.aingindra.com/2012/12/teknologi-komunikasi.html

0 komentar:

Posting Komentar